Asiyah
binti Muzahim
Secercah
Cahaya Hidayah di Tangan Fir’aun
Siapa yang Allah kehendaki baginya hidayah karena
kemurahan dan kasih sayang-Nya, tidak akan ada yang bisa menyesatkannya.
Sebaliknya, siapa yang Allah sesatkan karena hikmah dan keadilan-Nya, tidak ada
seorang pun yang bisa menunjukinya. Hidayah taufik memang di tangan-Nya semata.
Siapa yang sangka, seseorang yang berdampingan dengan orang yang paling mulia
Allah halangi dari nikmat hidayah ini. Siapa yang kira, orang yang hidup bersama
orang paling kafir sedunia sepanjang masa Allah berkehendak untuk membuka
hatinya, mengambil lentera hidayah dalam pekat gulita kesombongan dan
keangkuhan manusia, kemudian berpendar terang menyinari relung hatinya. Laa
haula walaa quwwata illa billah.
Allah Ta'ala berfirman,
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا
تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا
عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ (١٠) وَضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ
ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ
وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (١١)
“Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai
perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua
orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu
berkhianat kepada suaminya (masing-masing), Maka suaminya itu tidak dapat
membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada
keduanya), ‘Masuklah kalian berdua ke dalam neraka bersama orang-orang yang
masuk (ke dalamnya)’. Dan Allah menjadikan istri Fir’aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, ‘Ya Rabbku, bangunkanlah untukku
sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan
perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim’.” [QS.
At-Tahrim: 10-11]
Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam
tafsirnya, bahwa maksud khianat dalam ayat di atas adalah memeluk agama selain
agama suaminya. Demikian tafsir dari Ibnu Abbas dan ulama setelahnya seperti
‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Adh-Dhahak dan yang lainnya. Dalam ayat ini Allah
tegaskan bahwa kemuliaan orang terdekat tidak akan bermanfaat apabila tidak
dibarengi dengan keimanan.
Pada ayat yang kedua, Allah ingatkan bahwa ikatan
dengan orang kafir tidak mampu menghalangi hidayah taufik bagi seseorang
apabila Allah menghendakinya. Istri Fir’aun ini adalah Asiyah binti Muzahim, ia
lebih memilih keimanan daripada kekafiran, lebih memilih siksa dunia daripada
siksa akhirat, meninggalkan nikmat dunia untuk mendapatkan nikmat akhirat yang
lebih baik dan kekal abadi.
Ia disiksa di bawah terik matahari. Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa ia dibunuh dengan ditimpa batu. Kemuliaan pun ia dapatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Banyak kalangan laki-laki yang mencapai kesempurnaan, adapun dari kalangan wanita, tidaklah mencapai kesempurnaan kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran.” [HR. Al-Bukhari dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu]
Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam I’lamul Muwaqi’in bahwa dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa ta'ala mengajarkan kepada kita dengan memberikan permisalan orang kafir dan orang mukmin. Pelajaran dalam permisalan orang kafir adalah seorang yang tidak beriman akan diadzab karena kekafiran dan permusuhannya kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Dengan kekafiran ini, takkan bermanfaat hubungan apapun dengan mukmin yang lain, baik hubungan darah, nasab, pernikahan atau yang lainnya. Karena seluruh hubungan akan terputus pada hari kiamat selain hubungan yang terjalin karena Allah semata melalui perantara para rasul-Nya. Seandainya tali kekeluargaan dan pernikahan bermanfaat tanpa ada keimanan, tentu hubungan yang semacam ini akan bermanfaat pada istri Nabi Nuh dan Nabi Luth.
Ayat ini memupus harapan orang yang menginginkan manfaat dari hubungan dekatnya dengan orang shalih, namun dia bermaksiat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala. Walaupun dahulunya di dunia memiliki hubungan yang sangat erat. Tidak ada hubungan yang lebih dekat daripada anak, orang tua, dan suami istri. Sementara Nabi Nuh ’alaihissalaam tidak bisa berbuat banyak terhadap anaknya yang kafir, Nabi Ibrahim ’alaihissalaam tidak mampu menyelamatkan bapaknya yang musyrik, Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak dapat menolong istri mereka dari adzab Allah Ta’ala sedikit pun ketika mereka berkhianat.
Allah Ta’ala berfirman,
Adapun pelajaran yang terkandung dalam permisalan bagi mukmin adalah istri Fir’aun, Asiyah binti Muzahim. Bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan kafir tidak akan memadharatinya sedikit pun apabila menyelisihi si kafir tersebut dalam kekufuran dan amalannya. Kemaksiatan orang lain tidak berpengaruh bagi seorang mukmin di akhirat sedikit pun. Walaupun terkadang di dunia, dia juga ikut merasakan siksaan yang menimpa manusia secara menyeluruh jika ia tinggal dekat dengan orang zalim. Allahu a’lam.
Sumber artikel : Majalah Tashfiyah edisi 03 volume 01
Sumber gambar : http://www.landscapehdwalls.com/desert-mountains-248/
Ia disiksa di bawah terik matahari. Disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir, bahwa ia dibunuh dengan ditimpa batu. Kemuliaan pun ia dapatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Banyak kalangan laki-laki yang mencapai kesempurnaan, adapun dari kalangan wanita, tidaklah mencapai kesempurnaan kecuali Asiyah istri Fir’aun dan Maryam binti Imran.” [HR. Al-Bukhari dari sahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu]
Ibnu Qayyim rahimahullah menjelaskan dalam I’lamul Muwaqi’in bahwa dalam ayat ini Allah Subhaanahu wa ta'ala mengajarkan kepada kita dengan memberikan permisalan orang kafir dan orang mukmin. Pelajaran dalam permisalan orang kafir adalah seorang yang tidak beriman akan diadzab karena kekafiran dan permusuhannya kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin. Dengan kekafiran ini, takkan bermanfaat hubungan apapun dengan mukmin yang lain, baik hubungan darah, nasab, pernikahan atau yang lainnya. Karena seluruh hubungan akan terputus pada hari kiamat selain hubungan yang terjalin karena Allah semata melalui perantara para rasul-Nya. Seandainya tali kekeluargaan dan pernikahan bermanfaat tanpa ada keimanan, tentu hubungan yang semacam ini akan bermanfaat pada istri Nabi Nuh dan Nabi Luth.
Ayat ini memupus harapan orang yang menginginkan manfaat dari hubungan dekatnya dengan orang shalih, namun dia bermaksiat kepada Allah Subhaanahu wa ta'ala. Walaupun dahulunya di dunia memiliki hubungan yang sangat erat. Tidak ada hubungan yang lebih dekat daripada anak, orang tua, dan suami istri. Sementara Nabi Nuh ’alaihissalaam tidak bisa berbuat banyak terhadap anaknya yang kafir, Nabi Ibrahim ’alaihissalaam tidak mampu menyelamatkan bapaknya yang musyrik, Nabi Nuh dan Nabi Luth tidak dapat menolong istri mereka dari adzab Allah Ta’ala sedikit pun ketika mereka berkhianat.
Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ
تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ
بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (٣)
“Karib kerabat dan anak-anak kalian sekali-kali
tiada bermanfaat bagi kalian pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara
kalian. Dan Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” [QS.
Al-Mumtahanah: 3]. Ayat yang semakna sangat banyak dalam Al-Qur’an.Adapun pelajaran yang terkandung dalam permisalan bagi mukmin adalah istri Fir’aun, Asiyah binti Muzahim. Bahwa hubungan antara seorang mukmin dengan kafir tidak akan memadharatinya sedikit pun apabila menyelisihi si kafir tersebut dalam kekufuran dan amalannya. Kemaksiatan orang lain tidak berpengaruh bagi seorang mukmin di akhirat sedikit pun. Walaupun terkadang di dunia, dia juga ikut merasakan siksaan yang menimpa manusia secara menyeluruh jika ia tinggal dekat dengan orang zalim. Allahu a’lam.
Sumber artikel : Majalah Tashfiyah edisi 03 volume 01
Sumber gambar : http://www.landscapehdwalls.com/desert-mountains-248/
0 komentar:
Posting Komentar