“Tidak ada suatu amalan yang lebih utama daripada menimba ilmu jika disertai dengan niat yang lurus.” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 26)
Sabtu, 20 September 2014

12.57
1
Selepas sholat maghrib kemarin, seorang ikhwah berdiri mematung menunggu saya keluar dari masjid. Tak biasanya beliau turut sholat berjama’ah di masjid kampung dekat tempat tinggal saya. Pun tak biasanya, wajahnya tampak kaku dengan senyuman dingin menggantung di ujung raut wajahnya… Tampaknya dirinya sedang memendam masalah. Saya mencoba membaca, ada apa gerangan saudaraku? Tangan dan suaranya bergetar tatkala menyerahkan lembaran kertas dari genggamannya… Saya sempat terdiam melihat deretan tulisan di lembaran tersebut.. Ternyata hasil pemeriksaan laboratorium istrinya atas permintaannya sendiri, bukan permintaan dokter. Saya bertanya mengapa sejauh ini periksa laboratorium tersebut, sementara biaya pemeriksaannya tentu saja mahal… Berkisar 1,5 juta… Lalu, mulailah beliau bercerita singkat.

Ingatan saya bersambung dengan kejadian yang dialami ikhwah lain. Beberapa bulan lalu di tempat yang terpisah, ada keluarga ikhwah yang tertimpa musibah. Janin yang berusia 4 bulan yang dikandung istrinya tidak berkembang, sehingga harus dikeluarkan dari rahim. Lain lagi yang dialami ikhwah yang lain… Sekitar sebulan yang lalu, seorang ikhwah pagi-pagi menelepon saya. Beliau bercerita istrinya baru saja melahirkan… Alhamdulillah… Namun, ada yang membuat saya ikut bersedih dengan musibah yang dialami ikhwah tersebut.. Ternyata, bayi yang baru saja lahir mengalami kelainan bawaan… Bibir bayi tersebut sumbing… Laahaula walaa quwwata illa billah…

Lembaran hasil laboratorium tadi kembali saya cermati… Seluruh pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui apakah ada infeksi virus pada istri beliau. Beberapa pemeriksaan menunjukkan nilai positif. Yang jadi masalah ikhwah tersebut, sang istri sedang mengandung 6 bulan… Tentu hatinya tak menentu melihat deretan nilai positif yang terpampang di lembaran tersebut. Sementara, suami mana (yang peduli dengan istrinya) yang tak bergidik melihat istrinya yang tengah hamil ternyata positif terinfeksi TORCH ? Memang, nilai positif tersebut menunjukkan infeksi yang lampau. Tapi…. siapkah hati saat melihat anak yang lahir membawa kelainan bawaan? Tentu pertanyaan ini tak butuh jawaban…

Ada latar belakang masalah yang sama yang dialami ketiga ikhwah tersebut. Dalam kurun 3 tahun terakhir, banyak ikhwah kita makin giat berwirausaha beternak burung. Tentu ini kenyataan yang layak disyukuri… Alhamdulillah… Mungkin saja, di tengah tuntutan keluarga besar mereka untuk bekerja, mereka –para ikhwah– mampu membuktikan dengan berwirausaha sendiri, terhindar dari ikhtilath atau perkara yang menyelisih syar’i lainnya. Ya benar… Ketiganya pun beternak burung.

Di Bawah Sangkar Burung

Apakah ada yang salah dengan burung? Tidak. Tidak ada yang salah dengan burung. Hanya saja, saat kita memenuhi hak-hak keluarga kita, apakah kita memenuhi hak-hak burung tersebut? “Burung Cinta” Love Bird yang membuat kita jatuh cinta dengan warna-warninya yang eksotis.. Burung Kenari yang elok menari-nari dan berkicau.. Kacer Poci yang lihai meniru suara di sekitarnya.. Atau Anis dan Murai?

Kenyataan yang saya cermati, seringkali burung-burung itu tinggal bersama dengan pemeliharanya. Bahkan tak jarang, karena khawatir hilang atau sebab lain, tidur pun rela berbagi satu ruang dengan sang burung. Makan, minum dan aktivitas lain pun di bawah sangkar puluhan burung…

Yang lebih membuat ‘trenyuh’… Saat burung-burung tersebut butuh perhatian lebih, pemeliharanya begitu penuh kasih sayang merawat “Cintanya”.. Giliran anak sakit, nanti dulu… Bahkan berkata, “Anak saya tidak saya beri obat kimia!”. Atau alasan serupa lainnya… Bila sudah terjadi, siapa yang akan menanggung kesedihan saat anak terlahir dengan kelainan bawaan? Apakah sempat terbersit, bagaimana repotnya ibu saat menyusui anaknya yang sumbing? Meluangkan waktu untuk mengumpulkan ASI di botol khusus untuk bayi sumbing, sementara masih ada aktivitas rumah dan dars yang mesti diikutinya… Bagaimana bila bayi menderita kelainan bawaan yang lain, semisal kelainan jantung, kelainan mata dan telinga, peradangan otak atau retardasi mental? Allahul musta’an… Tentu semuanya takdir Alloh. Yang saya ungkap di sini adalah apakah kita memenuhi hak-hak burung tersebut?

Infeksi TORCH memang tidak hanya diperantarai burung melalui kotorannya. Bisa diperantarai faktor yang lain. Saya tidak berbicara faktor yang lain… Ketiga istri ikhwah tersebut sama-sama melakukan pemeriksaan TORCH untuk istri mereka. Satu orang yang janinnya tidak berkembang positif terinfeksi Toxoplama, satu orang yang bayinya sumbing positif terinfeksi Rubella, dan istri ikhwah yang tadi saya kisahkan positif Rubella, Citomegalovirus dan Herpes Simplex…

Burungpun butuh perawatan dan obat yang memadai supaya tidak menjadi perantara penyakit bagi manusia.

Ada Apa denganmu, Cintaku? Hanya sebuah renungan untuk para suami yang dihadapkan pilihan berat antara dua cintanya : Burung Cinta ataukah Keluarga Cintanya… Allohua’laam.

Ditulis oleh : Didit Aktono Hadi

Disalin dari http://www.ibnutaimiyah.org/2014/09/ada-apa-denganmu-cintaku/

1 komentar:

  1. MasyaAllah.. Mas Admin sudah menikah.. Gak kabar-kabar.. Barakallahu fiikum..

    BalasHapus